Sekali terakhir pemuda menatap ke arloji dan jam dinding, menarik nafas panjang... lalu berdiri menuju kasir, aura kecewa bercampur cemas terlihat jelas di wajahnya, sampai-sampai dia lupa letak dompetnya. Lupa kalau dari dulu letak dompet itu selalu ada di saku belakang, tapi entah kenapa di depan kasir tua ini dia meraba seluruh saku untuk menemukan letak dompetnya... dengan suara lemas bertanya “berapa pak?”
*gambar dari http://jepretanhape.wordpress.com/2009/02/28/sage-rose-bunga-pukul-delapan-turnera-ulmifolia-l/
Berselang 10 menit si pemuda keluar, sosok gadis terengah-engah di depan pintu menatap ke semua sisi ruangan, seolah ingin menemukan sesuatu di antara hamparan meja tua kafe ini... walaupun sadar yang dicari tidak ada dia tetap duduk, dan secara kebetulan entah bagaimana si gadis juga memilih meja tempat si pemuda yang baru keluar tadi... sisi jilbabnya, antara wajah dan telinga, terlihat basah oleh keringat. Sepertinya si gadis berjalan terburu-buru dibawah teriknya udara di luar sana.. ‘ciri-ciri tergesa2’
Si gadis juga begitu, memutar-mutar sedotan dan akhirnya berdiri menuju kasir, aura rasa bersalah memancar dari rona wajahnya... bertanya terbata seolah hendak menangis “berapa pak?” tapi kali ini selain menjawab harga minuman, pak tua penjaga kasir juga bertanya “ada pesan yang mau ditinggalkan nak?” dengan anggukan kecil si gadis menjawab “ iya pak” ketika si gadis hendak melanjutkan perkataanya, pak tua menempelkan jari telunjuknya di bibir (isyarat tanda diam) “sssst”, dengan senyum menenangkan pak tua memberi spidol permanen hitam ke si gadis “tulis saja pesannya di meja tadi nak”
Tanpa panjang deskripsi lagi...
di sudut meja tertulis sebuah pesan kecil.. “maaf kuterlambat” dan di bawahnya tertulis nama si gadis dan tanggal bertahun 1999.
10 tahun kemudian....