5 Alasan Tidak Perlu Panik Menghadapi Revisi Level Bahaya 5 Pada Skala 7
Pada hari Jumat,18 Maret 2011 pukul 18:00, NISA (Badan Pengawas Keselamatan Industri dan Nuklir Jepang) mengoreksi tingkat bahaya kecelakaan Nuklir dari level 4 menjadi level 5 pada skala 7 bedasarkan INES (International Nuclear Events Scale). Pasca koreksi level ini, beberapa surat kabar memberitakan bahwa Industri Nuklir di Jepang tengah dalam krisis dengan konsekuensi potensial yang mengerikan.
Perlu diketahui level 5 disini sama artinya dengan level ketika terjadi kecelakaan pada Three Mile Island-2 (TMI-2) yang terjadi di Amerika pada tahun 1979. Efek dari kecelakaan TMI-2 ini, Amerika menghentikan segala Industrinya yang berhubungan dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di negaranya selama kurang-lebih 11 tahun.
Pemberitaan-pemberitaan seperti ini tentu saja hanya membuat kita dan keluarga kita di Indonesia yang tidak mengerti tentang PLTN menjadi sangat panik pada saat membacanya. Membuat semua orang mengerti apa yang sedang terjadi tanpa harus membuat pembaca menjadi lebih panik adalah informasi yang dibutuhkan saat ini untuk memberi gambaran yang jelas tentang kecelakaan Fukushima saat ini.
Ada beberapa alasan yang bisa digunakan agar tidak membuat kita menjadi panik, antara lain sebagai berikut :
1. Jarak Tokyo - Fukushima sejauh 250-300 km, masih ditetapkan dalam radius yang sangat aman. Adapun data laju dosis radiasi beberapa daerah di utara dan selatan Fukushima dapat dilihat pada gambar 1. Dari data ini jika dibandingkan dengan gambar 2 dapat disimpulkan bahwa dosis radiasi masih dalam tingkat yang tidak membahayakan kesehatan manusia.
Sebagai gambaran bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun kita sering terpapar sinar radiasi, sebagai contoh saat kita berpergian menggunakan pesawat yang terbang dari New York dan Tokyo akan mengalami paparan radiasi sebesar 200 micro-sievert per satu kali perjalanan pulang-pergi. Radioaktif yang terpapar ditubuh kita saat ini adalah partikel-partikel kecil yang menempel pada tubuh kita, namun akan segera hilang apabila kita membilasnya dengan air. (dekontaminasi).
Gambar tabel untuk memperlihatkan klik link berikut :
Gambar 1. Laju Dosis Radiasi di Beberapa Kota di Jepang
Gambar 2. Dosis Radiasi dalam kehidupan di sekitar kita
https://docs.google.com/document/d/1yfWqDb18S8Auz2SPWeRDjZoVOJbh2y1ogekgcN7s5hk/edit?hl=en#
2. Ledakan yang terjadi di reaktor Fukushima merupakan ledakan yang disebabkan oleh akumulasi gas Hidrogen di bangunan penyokong reaktor.
Sangat perlu ditekankan disini bahwa ledakan yang terjadi bukanlah ledakan akibat reaksi fisi nuklir. Ledakan ini adalah ledakan yang disebabkan oleh terakumulasinya gas Hidrogen di antara sungkup reaktor dan bangunan beton akibat proses venting (membuka pressure relieve valve, katup penurun tekanan) untuk menurunkan tekanan di reaktor.
Gas Hidrogen di dalam reaktor dihasilkan sebagai akibat dari reaksi oksidasi selongsong bahan bakar yang terbuat dari Zircalloy (Zirconium Alloy) dengan reaksi sebagai berikut :
Zr + 2 H2O –> ZrO2 + 2 H2
Reaksi diatas terjadi seiring dengan naiknya suhu bahan bakar sebagai akibat dari kegagalan sistem pendingin. Semakin tinggi suhu selongsong bahan bakar maka semakin tinggi pula laju reaksinya. Ledakan ini terjadi di luar reaktor, sedangkan reaktornya sendiri tidak mengalami kerusakan. Sempat teramati adanya kenaikan tingkat radiasi sesaat, terutama di sekitar lokasi PLTN.
3. Reaktor sudah tidak beroperasi, sudah tidak ada reaksi fisi nuklir. Jadi kecelakaan reaktor ini berbeda dengan kasus Chernobyl ataupun There Mile Island (TMI), dimana reaksi fisi nuklir masih terjadi di dalam teras reaktor saat kedua kecelakaan itu terjadi. Level daya reaktor TMI-2 saat terjadi kecelakaan adalah ~97%, dan 5-20% pada kasus Chernobyl.
Upaya yang dilakukan ahli-ahli nuklir di Jepang saat ini, merupakan suatu upaya dengan tujuan untuk mencegah peningkatan jumlah bahan bakar yang rusak baik di kolam bahan bakar bekas maupun di dalam teras reaktor akibat sisa panas hasil energi peluruhan. Apabila bahan bakar meleleh, diperlukan biaya yang sangat besar dan memakan waktu yang lama untuk membersihkan reaktornya.
4. Zat radioaktif yang terdeteksi saat ini adalah zat radioaktif yang memiliki waktu paruh yang sangat pendek. Pendek disini dalam artian beberapa menit saja. Pelepasan material radioaktif berupa gas yang berdifusi keluar dari reaktor.
Zat radioaktif ini akan segera hilang dari tubuh dengan membilas menggunakan air. Pencegahan dilakukan dengan selalu menggunakan masker dan pakaian yang menutupi seluruh permukaan tubuh untuk orang-orang yang bekerja disekitar kawasan pembangkit. Untuk yang berada di luar daerah 20 km sekitar PLTN Fukushima, antisipasi dapat dilakukan dengan antisipasi yang sama dengan pencegahan alergi akibat radiasi serbuk bunga di Jepang akhir-akhir ini (gunakan masker dan selalu berkumur).
5. Meski tergolong tua, PLTN Fukushima memiliki tingkat dan sistem pengamanan yang modern. Reaktor didesain mengikuti filosofi “Defense-in-Depth”. Desain pembangkit dirancang dengan keamanan berlapis untuk mengantisipasi segala kemungkinan terburuk.
Tulisan sederhana ini diharapkan dapat menjadi informasi untuk membuat pembaca menjadi tidak panik. Kelistrikan Jepang sangat bergantung dengan pembangkit listrik tenaga nuklir. Segala kesalahan dalam penanganan bencana ini akan membawa dampak yang besar untuk perindustrian nuklir di Jepang. Berdasarkan pengalaman ini di masa depan teknologi PLTN yang lebih canggih, yang tahan gempa dengan kekuatan diatas 9 SR, tsunami dan segala kemungkinan bencana besar lainnya yang lebih parah lagi akan menjadi fokus perhatian industri nuklir dunia. Perlu juga diketahui bahwa PLTN Fukushima adalah PLTN generasi ke II buatan perusahaan Amerika, mulai dioperasikan dari tahun 1971.
sumber: http://www2.indonesianembassy.jp/index.php?option=com_content&view=article&id=216:5-alasan-tidak-perlu-panik-menghadapi-revisi-level-bahaya-5-pada-skala-7&catid=64:update-pltn〈=en