lanjutan sang negosiator

Selepas magrib amrul dan pak sani melanjutkan perbincangan di masjid Nurul Huda. Di dalam masjid masih ada beberapa jamaah yang masih asyik melantunkan zikir, duduk sendiri-sendiri menata kekhusyukan, di sudut yang lain ada juga yang berkelompok asik berbincang dengan wajah ceria. Suasana masjid ini memang cukup ramai setiap ba’da magrib, banyak jamaah yang biasa meninggalkan masjid ba’da isya.

“jadi kapan nak amrul mau melihat lokasi tanah bapak itu?” pak sani membuka pembicaraan. “rencana saya esok siang pak, malam ini saya akan pulang ke medan” begitulah rencana amrul hari ini, setelah isya akan kembali ke kontrakannya di Jl. Denai Kota Medan. Secara letak Kota Medan memang berbatasan dengan Pancurbatu, jarak dari kota kecil ini ke kontrakannya Amrul hanya sekitar 15 Km.

****

KOTA MEDAN KOTA TOLERAN

Sepanjang jalan detemani dengan selingan lampu jalan dan pohon-pohon palm yang sedari dulu sudah menjadi penghuni trotoar kota ini, ‘kota medan’ kota yang sulit untuk membuat julukannya, belum pernah kita dengar tentang julukan kota Medan sebagai kota ...., beda dengan kota-kota lain seperti palembang “kota mpek-mpek”, bitung “negeri laskar pelangi”, Bogor “kota hujan”, Bandung “kota kembang” lha kalo Medan??? Kota apa???

Emm.. mungkin kota medan sepantasnya disebut kota semrawut :D, Kota Medan memang cukup besar, tapi tata kotanya sungguh awut-awutan, emm.. tapi belum pas juga sebab ada yang lebih awut-awutan lagi noh ‘jakarte’ :P, kota apa ya... ?? begitulah benak amrul berpikir sepanjang perjalanan dari Pancurbatu menuju kontrakannya di Medan Denai.

Menjelang memasuki Padang Bulan, amrul tersadar akan sesuatu... ada rumah ibadah ummat Muslim dan Ummat kristiani dibangun tidak berjauhan... dengan tersenyum amrul berbisik sambil memukulkan kedua kepalan ke stir... “ya tepat sekali, kota ini kota yang sangat toleran... hemmm sepantasnya Kota Medan disebut ‘Kota toleransi’, bukan ‘kota smrawut’ :)”.

Toleransi hampir di semua hal, mulai dari ras, suku dan agama. di kota ini suku Jawa bisa mencapai 25 % bahkan mungkin lebih suku Minang banyak, suku Batak ya tentu saja hehehe.. penduduknya begitu heterogen, tapi tidak pernah ada keos karena perbedaan ras, suku ataupun agama. paling-paling ada keos karena perebutan lahan kekuasaan preman, dan itupun dulu... semenjak jaman SBY hampir kota medan menjadi kota yang bersih dari premanimisme..


Ok nulisnya sambung besok lagi.. dah ngantuks.... ZZZZZZZ

Saling Follow