Jam 5 sore, 8 desember 2010, sepulang dari fast net, warung internet di depan Kantor DPRD Kabupaten Karo, kami sempatkan singgah ke Masjid Agung Kabanjahe untuk melaksanakan Shalat Ashar. Saat itu masjid sepi, hanya aku dan seorang bapak paruh baya yang ada di dalam Masjid.
Ada satu yang menjadi fikiran buat saya sampai saat ini sejak hari itu. Keluar dari Masjid Agung, di parkiran yang berada di lantai bawah masjid bapak paruh baya tadi menghampiri saya, spontan dia bertanya, “Masih anak muda ya”, saat itu saya jawab “Iya pak, ada apa pak?” seolah dengan pandangan meyelidik, bapak itu memandangi seluruh badan saya, “Anak muda kenapa shalat?”, diajukan dengan pertanyaan demikian, sungguh sulit menjawabnya... (lebih mudah menjawab 8 x 9 x 100 x 1 x 7 x 2,5 = berapa?) pertanyaanya terlalu dasar (dasar bukan dangkal), dalam filsafat pertanyaan seperti ini pertanyaan yang sangat butuh pemikiran dalam menjawabnya.. agak lama saya terdia, saya jawab dengan bertanya, “Muda dan tua kan bisa mati pak?”
Sudah kebiasaan saya, sering menjawab pertanyaan dengan bertanya balik, heheh... karena dulu saya sempat senang bekerja sebagai sebagai enumerator, dimana dalam penggalian informasi terhadap responden yang suka bertanya-tanya atasilah pertanyaanya itu dengan pertanyaan pula, terkecuali responden kita itu bertanya seputar identitas kita, maka harus anda jawab dengan singkat dan jujur, ini pengalaman lho... misalakan kita ini pegawai dinas peternakan, dan sedang turun ke lapangan untuk menelusuri jejak bantuan sapi yang pernah diserahkan ke desa A 20 tahun yang lalu, ketika di lapangan kita menemukan sumber informasi (responden) yang suka bertanya-tanya... jika dia bertanya “sampeyan dari mana?” jawablah singkat dan bukan menanya kembali “dari dinas peternakan” tapi jika dia bertanya: “Bantuan apa yang ada dari dinas peternakan saat ini?” jika kita menjelaskan bantuan yang ada maka kitalah yang akan digali oleh responden... dan cenderung informasi yang didapat akan sangat sedikit, tapi coba kita jawab dengan bertanya kembali “wah, bantuan ya pak? Bapak pernah mendengar ya ada bantuan dinas peternakan masuk ke desa bapa ini?” jika dia jawab “pernah” lanjutkan lagi menggali “bantuan apa saja pak” maka akan dijelaskannya “bantuan A, bantuan B, bantuan C, dll” kita lanjutkan lagi dengan menggali lebih dalam “Menurut Bapak bantuan mana yang lebih menguntungkan dari semua jenis bantuan itu?” misalkan dijawabnya “Bantua B” explor memori Bapak itu “apakah ada terlihat hasilnya sampai sekarang Pak?” jika Bapak tu menjawab “ada” maka cari tau lagi “Apa saja pak?” maka bapak itu secara ringan akan membanggakan apa yang telah ia dapat dari bantuan-bantuan selama ini... (semoga bermanfaat) kita kembali ke topik yang diatas...
Bapak itu hanya tersenyum mendengar pertanyaanku, tapi senyum itu bukanlah senyum kepuasan... dan aku bisa merasakan itu... sebab aku sendiri tidak puas dengan jawabanku... bisa kukatakan itu bukan jawaban yang jujur dari hati... tapi hanya jawaban yang kuambil dari memori ingatanku dari ceramah-ceramah para guru... hampir sulit mencari kenapa kita shalat? Tapi mungkin mudah untuk berkata jujur bila mau... heheh... jujur waktu itu shalat saya lebih besar karena alasa hajat...
Mari mencoba membuat list alasan-alasan shalat.
1. Karena ada hajat
2. Karena takut dengan neraka
3. Karena ikut-ikutan :)
4. Karena riya
5. Dan Lain Lain Lain Lain Lagi
Andai semua alasan itu tidak ada dalam diri kita, apakah kita gak akan shalat lagi....???
“Shalatlah karena Allah”, sebab Allah selalu ada dimanapun dan kapanpun... inilah yang sering disebutkan para guru... dan pemberi nasehat... kalimat yang pendek, tapi sulit sekali meresapkannya kedalam hati... dalam tulisan ni saya cuma bisa berdoa mudah-mudahan saya bisa mendirikan shalat karena Allah, bukan hanya di lisan yang terucap berupa niat, tetapi juga dihati, diseluruh sel-sel tubuh bahkan di nafasku... Amiin.... dan mohon maaf buat pembaca yang tadinya ingin terbantu dengan mendapat jawaban di tulisan ni, ternyata tak mendapatkan apa-apa.... maaf ya... sekali lagi.. maaf...